Erosi Antara Pembangunan atau Keberlangsungan Masa Depan ?
ANTARA PEMBANGUNAN ATAU KEBERLANGSUNGAN MASA DEPAN ?
Indonesia
merupakan negara yang sangat kaya dengan Sumber Dayanya, baik itu Sumber Daya
Manusia (SDM) maupun Sumber Daya Alam. Hal tersebut tak dapat dipungkiri bahwa
Indonesia adalah negara dengan kekayaan Indonesia sangatlah banyak. Sama halnya
dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) yaitu “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dengan
melimpahnya SDA tersebut semakin banyak keuntungan Indonesia untuk dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya guna kepentingan rakyat. Selaras dengan
perjanjian Internasioanal yang tertuang dalam SDGs (Sustainable Development Goals) yang berisikan 17 tujuan utama dengan
169 capaian yang ingin dicapai bersama, salah satunya adalah dalam tujuan ke 15
tentang ekosistem daratan.
Tanah
merupakan aset yang berharga bagi umat manusia, tanah dapat dijadikan sebagai
lahan untuk bercocok tanam, sebagai material yang digunakan untuk pembangunan
dan masih banyak lagi manfaat tanah bagi umat manusia. Akhir-akhir ini banyak
tanah yang telah di eksploitasi secara besaran-besaran oleh manusia demi
kepentingannya. Banyak tanah yang diambil dari daerah pegunungan maupun
perbukitan untuk dimanfaatkan sebagai media untuk membuat suatu daratan baru
seperti menutupi rawa untuk dijadikan pemukiman, membuat pulai reklamasi dan
lain-lain. Akibatnya dari eksploitasi tanah yang dilakukan oleh manusia ini, banyak
tanah di daerah pegunungan yang tergerus harus sehingga menyebabkan rawan terjadinya erosi dan tanah
longsor. Pengertian erosi itu sendiri menurut Nurmansyah (2007) dalam jurnalnya
yang berjudul “Dampak Kepariwisataan Terhadap Erosi Di Kawasan Wisata
Kaliurang” erosi merupakan suatu proses dilepaskan dan diangkutnya tanah dan
unsur-unsur hara oleh agen erosi dalam hal ini adalah air. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi erosi antara lain adalah erosivitas (kemampuan hujan dapat
menyebabkan erosi), erodibilitas tanah (tekstur tanah), kemiringan lereng,
serta vegetasi dan tindakan konservasi tanah. Salah satu tempat yang rawan akan
erosi adalah daerah perbukitan maupun pegunungan seperti halnya yang terjadi di
daerah Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan topografi berupa pegunungan
menjadikan Aceh Besar memiliki banyak keadaan kontur tanah yang miring,
sehingga rawan terhadap erosi dan tanah longsor, dibeberapa titik di daerah
Aceh Besar terdapat beberapa titik-titik penambangan pasir dan pengerukan
tanah, baik yang resmi maupun ilegal, diantaranya adalah di daerah Ladong, Mata
Ie dan Peukan Bada yang mana dari ketiga tempat tersebut pernah menjadi bekas
penambangan dan ada yang masih menjadi tempat penambangan atau pengambilan
tanah.
Dari
ketiga tempat tersebut, dua diantaranya adalah daerah yang dekat dengan bibir
pantai, yaitu daerah Ladong dan Peukan Bada. Kedua tempat tersebut memiliki
kenangan buruk akan bencana alam yang pernah menimpa Aceh pada tahun 2004 silam
yaitu gempa dan Tsunami. Kala itu
gempa dengan kekuatan 9,4 SR mengguncang daerah Banda Aceh dan Sekitarnya,
salah satunya yaitu Aceh Besar. Gempa yang disusul dengan Tsunami mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Lalu
apa hubungannya antara pegunungan, erosi dan bencana alam Tsunami, hubungan dari ketiga hal itu adalah pegunungan atau
perbukitan merupakan tempat yang bisa dijadikan sebagai tempat penyelamatan
bagi masyarakat sekitar untuk menyelamatkan diri ketika Tsunami datang. Salah satu daerah di Aceh yaitu Simeulue mempunyai
kesenian yang dinamakan Nandong Smong, kesenian
tersebut berupa syair-syair berbahasa Simeuleu yang inti dari syair Nandong Smong tersebut adalah apabila
terjadi gempa dan tiba-tiba air laut surut maka para warga harap melarikan diri
ke daerah pegunungan atau dataran tinggi. Hal itulah yang dilakukan oleh warga
Simeuleu ketika bencana alam Tsunami yang pernah terjadi pada tahun 2004
menimpa daerahnya, dikabarkan hanya 7 orang korban jiwa yang ditimbulkan akibat
bencana Tsunami tersebut.
Daerah
perbukitan Ladong dan Peukan Bada yang dekat dengan bibir pantai dapat
dijadikan sebagai tempat penyelamatan diri bagi warga di sekitarnya apabila
bencana Tsunami kembali melanda daerah tersebut. Namun sayang daerah perbukitan
Ladong dan Peukan Bada rawan terhadap erosi yang diakibatkan oleh ulah manusia
yaitu kegiatan penambangan pasir dan pengerukan tanah. Hal tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1
Gambar 2
Gambar
pertama merupakan daerah Ladong, daerah tersebut sampai saat ini masih
terdapat pengerukan tanah, dapat dilihat dari gambar berikut, gambar tersebut
memperlihatkan peralatan berat yaitu beko yang sedang beroperasi mengeruk
tanah-tanah di daerah tersebut. Sementara itu pada gambar kedua merupakan
daerah Peukan Bada, pada gambar dapat terlihat terdapat bekas daerah pengerukan
yang telah membuat daerah perbukitan tersebut hampir tergerus habis. Apabila
daerah perbukitan Ladong dan Peukan Bada dijadikan sebagai tempat pengungsian
warga ketika bencana Tsunami melanda hal tersebut dapat menambah bencana baru
yaitu erosi dan tanah longsor.
Pada
gambar selanjutnya, gambar atas merupakan daerah Mata Ie, daerah tersebut sudah
terjadi erosi tanah dengan ditandai banyaknya reruntuhan batu pada bagian
dasarnya, sedangkan gambar bawah adalah proyek pembangunan tol trans Sumatera
di daerah Ladong, dapat dilihat pada gambar bahwa tanah-tanah yang digunakan
untuk menimpa lahan yang dulunya salah itu adalah menggunakan tanah-tanah yang
dikeruk dari dari Ladong yang dapat dilihat pada gambar pertama.
Dari
permasalahan yang terjadi ini, maka diperlukan suatu cara pencegahan, oleh
karena itu cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi terjadinya
erosi adalah dengan melakukan penanaman pohon kembali atau reboisasi pada daerah bekas pengerukan tanah, seperti halnya yang
dijelaskan oleh Wiedarti (2014), bahwa tanaman atau tumbuhan yang baik untuk
mengurangi erosi adalah tanaman yang bersifat mengikat diantaranya adalah
rumput benggala (Panicum maximum), serta
perlu dilakukannya pengkajian yang mendalam mengenai AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan) tentang harus melakukan pengerukan untuk pembangunan suatu
daerah atau keselamatan warga dan masyarakat sekitar daerah tersebut. Melalui
Pemerintah Pusat maupun Daerah serta aparatur terkait harus mempertegas
aturan-aturan mengenai penambangan dan pengerukan tanah tersebut agar tidak
terjadi kegiatan yang ilegal. Aceh memiliki suatu perundang-undangan khusus
yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang diberi nama Qanun. Qanun itu sendiri dapat berisikan mengenai hal-hal yang
mengatur pemerintahan maupun kehidupan masyarakat di Provinsi Aceh. Melalui
qanun ini diharapkan Pemerintah Daerah Aceh dapat lebih memperketat peraturannnya
mengenai alih fungsi lahan dan
mewajibkan kepada pihak yang melakukan ahli fungsi lahan untuk melakukan
revitalisasi lahan agar dapat mengurangi efek yang ditinggalkan setelah
kegiatan tersebut diantaranya adalah erosi tanah dan kerusakan lingkungan.
Saya
teringat pernyataan Bung Hatta, “Indonesia tidak akan besar karena obor di
Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa”. Pergerakan
itu bisa dimulai dari lilin-lilin kecil yang ada pada kita. Salah satu hal yang
dapat kita lakukan terutama untuk diri saya sendiri adalah dengan
mengkampanyekan gerakan stop erosi tanah dan membuat essai ini, semoga essai
yang saya buat bisa lebih membuka mata khalayak ramai terhadap keadaan lingkungan
sekitar, bahwa erosi merupakan permasalahan yang serius. Melalui pergerakan ini
diharapkan kita semua dapat menghidupkan lilin-lilin kecil di daerah lain
sehingga dapat membuat obor yang besar. Hal tersebut selaras dengan SDGs (Sustainable Development Goals) bahwa
banyak tujuan dengan capaian untuk kita dapat lebih menjaga bumi ini. Dalam
SDGs tujuan ke 15 tentang ekosistem daratan yang salah satu capaiannya adalah
pada tahun 2020, memastikan bahwa konservasi, restorasi dan penggunaan yang
berkelanjutan dari ekosistem terrestrial dan air daratan dan pelayanannya,
khususnya hutan, rawa, pegunungan dan daratan, sejalan dengan kewajiban dibawah
perjanjian internasional, serta pada tahun 2030, memerangi desertifikasi,
merestorasi lahan dan tanah terdegradasi, termasuk lahan yang terkena dampak
desertifikasi, kekeringan, kebanjiran, dan berupaya untuk mencapai dunia yang
terdegradasi secara netral.
Semua
harus berpikiran ke depan demi masa depan kita bersama, demi masa depan anak
cucu kita, pengambilan tanah ini mungkin sifatnya hanya sesaat namun efek yang
ditimbulkan dapat berkepanjangan. Jangan hanya karena ingin mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya hal tersebut malah meninggalkan luka bagi yang
lainnya, janganlah menjadi manusia yang serakah, yang hanya mementingkan diri
pribadi tanpa memperdulikan baik buruknya hal yang dilakukan. Harusnya kita
dapat melakukan pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan dampak
negatif maupun positif secara cermat dalam berbagai aspek. Ayo kita stop erosi
tanah, demi masa depan, demi keselamatan kita bersama.
Comments
Post a Comment